Friday, January 28, 2011

Tes Pendengaran

Hearing Loss
Ada tiga macam hilang pendengaran yaitu hilang pendengaran karena konduksi (tuli konduksi) dan hilang pendengaran karena syaraf (tuli syaraf/persepsi).
1. Tuli Konduksi (Conduction Deafness)
Ganguan karena hambatan konduksi suara pada meatus acusticus externus dan telinga tengah, Karena getaran suara tidak dapat mencapai telinga bagian tengah. Tuli konduksi dapat dibantu dengan alat bantu pendengaran (hearing aid).
Penyebab adanya tuli konduksi:
a. Kelainan telinga luar, meliputi: astresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumsripta, osteoma liang telinga.
b. Kelainan telinga tengah meliputi: tubakar/sumbatan tuba eustachius, dan dislokasi tulang pendengaran.
Gangguan ini bisa diatasi dengan menggunakan obat-obatan atau dengan operasi.
2. Tuli Persepsi (Perception Deafness)
Gangguan yang disebabkan oleh kerusakan koklea (N. audiotorius) atau kerusakan pada sirkuit system saraf pusat dari telinga, sehingga orang tersebut mengalami penurunan atau kehilangan kemampuan total untuk mendengar suara dan akan terjadi kelainan pada :
a. Organo corti
b. Saraf : N.coclearis dan N.vestibularais
c. Pusat pendengaran otak
Tuli persepsi ini bisa terjadi hanya sebagian kecil frekuensi saja atau seluruh frekuensi yang tidak dapat didengar. Penderita tuli koduksi harus memakai alat bantu dengar sepanjang hidupnya. Pilihan lainnya adalah dengan menjalani operasi implan koklea. Metode ini sudah bisa dilakukan di Indonesia, namun hanya di rumah sakit tertentu. Meski demikian biayanya sangat mahal, mencapai ratusan juta rupiah sehingga tidak semua orang yang mengalami gangguan pendengaran bisa melaksanakan implan koklea.
3. Tuli Sentral (Central Deafness)
Gangguan pada lintasan saraf pendengaran atau pada pusat pendengaran di otak. Bentuk ketulian yang dialami dapat diketahui melalui pemeriksaan pendengaran.
Pemeriksaan faal pendengaran dapat dilakukan dengan mempergunakan alat, antara lain :
1. Garpu Tala
Pemeriksaan mengguanakan garpu tala dapat mendeteksi adanya tuli konduksi dan tuli persepsi. Garpu tala yang digunakan memiliki frekuensi yang berbeda-beda antara lain, 128, 256, 512, 1024, 2048.Ada tiga macam tes garpu tala yaitu:
a. Tes Rinne
Tujuan dari tes rinne adalah membandingkan antara air conduction (AC) konduksi melalui udara dengan bone conduction (BC) konduksi melalui tulang pada telinga. Pada orang normal konduksi melalui udara (air conduction) lebih baik dibandingkan konduksi melalui tulang.
b. Tes Weber
Tujuan dari tes weber ini adalah memeriksa ada tidaknya pengerasan suara (lateralisasi) pada salah satu sisi telinga pada subyek dengan membandingkan BC telinga kanan dan kiri. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras pada 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Berbagai kemungkinan lateralisasi antara lain:
Ø Tuli konduksi kanan apabila telinga sebelah kanan mendengar getaran yang lebih keras.
Ø Tuli persepsi kanan apabila sisi telinga kiri mendengar getaran yang lebih keras
Ø Atau terjadi tuli konduksi dan atau tuli persepsi pada kedua telinga dengan degradasi yang berbeda.
c. Tes Schwabach
Tujuan dari tes schwabach adalah membandingkan bone conduction (BC) anatara pemeriksa dengan pasien. Umumnya untuk orang normal tidak berbeda dengan pemeriksa yang normal. Apabila terdapat konduksi melalui tulang (BC) pasien lebih jelek dari pemeriksa kita dapat mengambil kesimpulan adanya perception deafness. Bila BC pasien lebih baik dari pemeriksa dapat disimpulkan adanya gangguan telinga tengah atau telinga luar.
2. Audiometer
Audiometri adalah cara pemeriksaan pendengaran dengan audiometer yang memiliki suatu ossilator elektronik yang dapat memberikan nada-nada dari berbagai frekuensi dari intensitas suara untuk masing-masing frekuensi, sehingga kita bisa memeriksa hearing loss seseorang.
Pada pemeriksaan audiometric dapat diketehui besar intensitas suara yang dapat didengar oleh subyek dengan satuan yang disebut Bel pada pemeriksaan dengan frekuensi murni (pure tone) dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB).. Alat dan caranya disebut pula sebagai Audiometri Nilai Ambang (tone threshold audiometry). Pemeriksaan ini adalah salah satu cara dari bermacam-macam audiometric. Dengan cara pemeriksaan ini dapat member data-data yang lebih baik dari pada pemeriksaan menggunakan garpu tala. Pada pemeriksaan air conduction rangsangan yang lebih keras pada salah satu telinga dapat pula merangsang telinga sisi yang lain, misalnya pada rangsangan sebesar 50 dB.
Maka bila ada perbedaan hearing loss antara telinga kiri dan telinga kanan kurang lebih 50 dB, harus dicegah terdengarnya rangsang pada telinga yang lebih sehat yang tidak kita periksa. Pencegahan ini dengan cara memberi masking pada telinga yang sehat tersebut. Pada pemeriksaan dengan bone conduction kita harus selalu memberi masking pada telinga yang tidak diperiksa karena getaran pada tulang cranium dapat merangsang kedua telinga dengan intensitas yang hampir sama kuatnya. Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.
Masking
Telah diketahui bahwa adanya satu suara akan menurunkan kemampuan seseorang untuk mendengar suara lain. Fenomena ini dikenal sebagai masking (penyamaran). Fenomena ini diperkirakan disebabkan oleh refrakter relatif atau absolute pada reseptor dan serabut saraf auditorik yang sebelumnya terangsang terhadap rangsangan lain. Tingkat suara yang menutupi suara lain berkaitan dengan nadanya. Kecuali pada lingkungan yang sangat kedap suara, efek penyamaran suara latar akan meningkatkan ambang pendengaran dengan besaran tertentu dan dapat diukur.
Resonansi
Sebagai respon terhadap tekanan yang dihasilkan oleh gelombang permukaan luarnya, membran timpani bergerak keluar masuk. Membran timpani inilah yang berfungsi sebagai resonator yang mengulang getaran dari sumber bunyi. Membran ini akan mengalami peredaman kritis (critically damped) yang hampir sempurna. Gerakan membran timpani diteruskan ke manubrium maleus. Maleus bergerak pada sumbu yang melalui batas antara prosesus panjang dan pendeknya, sehingga prosesus pendek meneruskan getaran manubrium ke inkus. Inkus bergerak sedemikian rupa sehingga getaran diteruskan ke bagian kepala stapes. Pergerakan kepala stapes menyebabkan lempeng kakinya bergerak maju mundur di tepi posterior fenestra oval. Oleh karena itu, tulang-tulang pendengaran berfungsi sebagai system pengungkit yang mengubah getaran resonansi membran timpani menjadi getaran stapes pada skala vestibule koklea yang berisi perilimfe.
PEMERIKSAAN DENGAN GARPU TALA
Pemeriksaan dengan garpu tala ada beberapa macam, yaitu : cara rinne, Scwabach, dan Webber.
Prinsip pemeriksaan dengan cara ini adalah :
a. Rinne : Membandingkan air conduction (AC) konduksi melalui udara dengan bone conduction (BC) konduksi melalui tulang. Pada orang normal konduksi melalui udara (Air Conduction/AC) lebih baik dibandingkan konduksi melalui tulang (Bone Conduction/BC)
b. Weber : Memeriksa ada tidaknya pemgerassan suara (lateralisasi) pada salah satu sisi telingan pada subyek dengan membandingkan BC telinga kanan dan kiri.
Lateralisasi dapat terjadi oleh berbagai kemungkinan, misalnya :
1. Tuli konduksi kanan apabila sisi telinga kanan tersebut terdengar getaran lebih keras dibandingkan sisitelinga yang lain.
2. Tuli persepsi kanan apabila sisi telinga kiri mendengar getaran lebih keras dibandingkan sisi telinga kanan.
3. Atau terjadi tuli konduksi dan atau tuli persepsi pada kedua telinga dengan gradasi yang berbeda.
Pemeriksaan Occlusion Effect pada BC
Bila dengan sengaja dilakukan penyumbatan (oklusi) pada telinga normal dengan cara menekan pinna, maka seharusnya subyeknya akan mendengar suara rangsang yang mengeras. Bila tidak demikian, maka kemungkinan hal ini dapat disebabkan adanya oklusi atau gangguan lain pada telinga luar (meatus acusticus extercus) dan atau telinga bagian tengah (Middle car).
c. Schwabach : Membandingkan bone conduction (BC) antara pemeriksaan dan orang coba. Umumnya untuk orang normal tidak berbeda dengan pemeriksa yang normal. Bila terdapat konduksi melalui tulang (BC) yang lebih jelek dari pemeriksa, kita dapat mengambil kesimpulan adanya perception deafness. Bila BC lebih bak dari pemeriksa, dapat disimpulkan adanya gangguan telinga tengah atau telinga luar.
PELAKSANAAN PEMERIKSAAAN DENGAN GARPU TALA
1. Cara Rinne (dengan 5 garpu tala)
1. Pegang garpu tala pada gagangnya. Getarkan kedua ujung garpu tala dengan dipukulkan pada telapak tangan atau mendekatkan kedua ujung garpu tala kemudian secara mendadak dilepaskan (seperti mencubit). Jangan sekali-kali dipukulkan je pinggir meja atau benda yang keras.
2. Tempelkan dengan sedikit tekanan gagang dari garp tala pada prosesus mastoideus pada sisi telinga yang diperiksa sampai subyek memberi tanda tidak mendengar.
3. Segera pindahkan garpu tala kesisi lubang telinga lebih kurang 1,5 cm dengan kedua ujungnya mengarah keatas pada bidang frontal dan dengarkan getarannya.
Hasilnya : Rinne positif (+) bila subyek masih mendengar suara setelah dipindahkan ke sisi lubang telinga.
4. Catatlah waktu (dalam detik) saat pemindahan garpu tala sampai subyek memberi tanda tidak mendengar lagi. Lakukan ini pada telinga kanan dan kiri pada semua garpu tala (5 frekuensi)
5. Lakukan pemeriksaan pada teinga yang sakit atau tiruan dengan menyumbat salah satu telinga dengan kapas yang dibasahi air dan lakukan tes Rinne ini pada telinga yang disumbat tersebut (cukup dengan salah satu garpu tala).
2. Cara Weber (dengan salah satu garpu tala saja)
1. Garpu tala yang digetarkan ditempelkan pada verteks atau dahi (pada gris median) subyek.
2. Tanyakan apakah terdengar sama keras pada kedua telinga.
Hasilnya :
- Jika terdengar sama keras berarti tidak ada lateralisasi
- Jika terdengar berbeda berarti ada lateralisasi, dinyatakan pada sisi yang mendengar lebih keras.
3. Lakukan pemeriksaan pada telinga yang sakit atau tiruan dengan menyumbat dengan kapas yang dibasahi air.
Perhatian : dalam praktikum ini yang disumbat dengan kapas hanya 1 (satu) lubang telinga saja. Misalnya telingan kanan subyek. Disini pemeriksaan dilakukan hanha dengan menggunakan 1 garpu tala.
3. Cara Schwabach (dengan sala satu garpu tala saja)
  • Garpu tala yang digetarkan ditempelkan pada prosesus mastoideus sisi telinga yang diperiksa, sampai subyek memberi tanda sudah tidak mendengar lagi.
  • Segera garpu tala dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa (dengan telinga normal).
  • Bila pemeriksa masih mendengar suara getaran, disebut Schwabach memedek (subyek mendengar dalam waktu lebih pendek dari pemeriksa).
  • Bila pemeriksa sudak tidak mendengar suara getaran, ada kemungkinan Schwabach normal atau memanjang.
  • Untuk memastikannya dilakukan dengan membalik tes yaitu dari pemeriksa ke subyek.\
  • Lakukan pula pada teliga yang sakit atau tiruan dengan menyumbat salah satu telinga dengan kapas yang dibasahi air.
PEMERIKSAAN DENGAN AUDIOMETRI
Persiapan :
1. Subyek duduk membelakangi audimeter.
2. Hidupkan audimeter dengan menekan tombol on-off, biarkan beberapa menit untuk pemanasan.
3. Pilih jenis nada
4. Pasanglah ear phone pada kedua telinga (tanda merah untuk telinga kanan, biru untuk telinga kiri).
5. Berikan tombol tekan tanda mendengar pada subyek.
6. Telinga kanan diperiksa lebih dahulu.
Pelaksanaan :
1. Pemeriksaan dimulai pada telinga kanan dengan frekuensi 1000 Hz dan intensitas 40dB. Bunyikan suara dengan menekan tombol selama 1-2 detik (untuk menghindari adaptasi). Tujuaannya agar subyek mengenal jenis suara yang akan diperiksa. Bila belum mendengar, naikkan intensitas 5 dB (tiap kali) sampai di atas nilai ambang pendengaran subyek (dapat mendengar suara).
2. Frekuensi tetap 1000 Hz. Pilih intensitas -10 dB. Naikkan intensitas 5 dB (tiap kali) sampai subyek mendengar suara. Lalu intensitas diturunkan 10 dB sampai tak terdengar. Dinaikkan lagi 5 dB (tiga kali) sampai terdengar kembali untuk mencari nilai ambang. Catat nilai ambang pada audigram.
3. Lkukan prosedur no.2 untuk berbagai frekuensi dengan urutan : 1000, 2000, 3000, 4000, 6000, 8000 Hz.
4. Ulangi frekuensi 1000 Hz lalu 500 dan 250 Hz
5. Bila ada perbedaan > atau = 20 dB diantara 2 oktaf yang berturutan, tes lah pada inter-octave responses yaitu 750, 1500Hz.
6. Catat data nilai ambang yang diperoleh pada audiogram.
7. Lakukan hal yang sama untuk telinga kiri.

2 comments: